Minggu, 11 Mei 2014

ORANG UTAN


Orangutan adalah spesies kera besar satu-satunya di Asia khususnya Asia Tenggara. Saat ini orangutan hanya hidup di Pulau Kalimantan dan Sumatera yang terbagi dalam dua spesies generik, Pongo pygmaeus dan Pongo abelii. 90% dari populasi orangutan ini hidup di Indonesia, sementara 10% sisanya dapat ditemukan di Sabah dan Sarawak, Malaysia. Di Sumatera, populasi terbesar ditemukan di ekosistem Leuser, sedangkan orangutan Borneo dapat ditemukan di Kalimantan Barat, Tengah dan Timur.

Sifat unik orangutan, terutama kesamaannya dengan kita, memberikannya status unggulan yang dapat menarik orang untuk berpartisipasi dalam program konservasi. Sebagai penyebar benih yang efektif, orangutan berperan penting dalam menstabilkan hutan hujan, dan karena itu kehadirannya mencerminkan kesehatan ekosistem. Tingginya tingkat saling ketergantungan antara orangutan dan hutan hujan ini menyajikan tantangan besar bagi konservasi spesies. Jika orangutan bisa diselamatkan, beragam spesies lain yang hidup di hutan hujan juga dapat terselamatkan.

Saat ini, baik orangutan Sumatera maupun orangutan Borneo terancam oleh kepunahan. World Conservation Union (Daftar Merah IUCN 2007 / IUCN Red List 2007) mengklasifikasikan orangutan Borneo sebagai spesies yang terancam punah (endangered), sementara di Sumatera telah diklasifikasikan sebagai spesies yang sangat terancam punah (critically endangered). Kedua spesies juga telah tercantum dalam Lampiran I Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Langka Fauna dan Flora Liar (CITES). Baik di Indonesia dan Malaysia, orangutan dilindungi secara hukum. Namun demikian, hukum dan peraturan saja jelas tidak cukup untuk melindungi spesies karismatik ini. Konservasi orangutan memerlukan upaya yang komprehensif dan terintegrasi oleh semua pemangku kepentingan, baik di lapangan dan di arena politik, untuk memastikan keberhasilannya.

Prospek yang mengkhawatirkan ini memotivasi para ilmuwan orangutan dan konservasi, lembaga pemerintah, masyarakat dan sektor swasta untuk mencari solusi yang layak untuk menjamin kelangsungan hidup spesies ini di tengah-tengah lajunya pembangunan ekonomi Indonesia. Hasilnya adalah strategi konservasi multi-pihak yang menggabungkan kepentingan publik, swasta, dan lokal, dan menemukan landasan bersama dalam konservasi orangutan antara pemangku kepentingan.

Pada tahun 2007, pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan, bekerja sama dengan Asosiasi Primatologi Indonesia (APAPI) dan Orangutan Conservation Services Program (OCSP) yang didanai oleh USAID, melakukan proses yang menghasilkan kerangka dasar melalui pengarahan para pemangku kepentingan untuk memberikan perbaikan dalam kondisi orangutan dan habitat hutan dataran rendah selama sepuluh tahun ke depan. Rencana Strategi dan Aksi Nasional Konservasi Orangutan 2007 – 2017 ini ditandatangani oleh Kementerian Kehutanan dan diumumkan oleh Presiden Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim di Bali, pada bulan Desember 2007.

Mengacu pada Rencana Aksi inilah, semua kegiatan konservasi orangutan di Indonesia – termasuk yang dilakukan oleh BOSF – didasarkan. Lebih dari itu, partisipasi publik yang didasari kesadartahuan, kepedulian dan kecintaan terhadap alam, juga sangat diperlukan untuk mengubah perilaku menjadi lebih ramah lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar