ORANG UTAN
Orangutan adalah spesies kera besar satu-satunya di Asia khususnya Asia Tenggara. Saat ini
orangutan hanya hidup di Pulau Kalimantan dan Sumatera yang terbagi
dalam dua spesies generik, Pongo pygmaeus dan Pongo abelii.
90% dari populasi orangutan ini hidup di Indonesia, sementara 10%
sisanya dapat ditemukan di Sabah dan Sarawak, Malaysia. Di Sumatera,
populasi terbesar ditemukan di ekosistem Leuser, sedangkan orangutan
Borneo dapat ditemukan di Kalimantan Barat, Tengah dan Timur.
Sifat unik orangutan, terutama kesamaannya dengan kita,
memberikannya status unggulan yang dapat menarik orang untuk
berpartisipasi dalam program konservasi. Sebagai penyebar benih yang
efektif, orangutan berperan penting dalam menstabilkan hutan hujan, dan
karena itu kehadirannya mencerminkan kesehatan ekosistem. Tingginya
tingkat saling ketergantungan antara orangutan dan hutan hujan ini
menyajikan tantangan besar bagi konservasi spesies. Jika orangutan bisa
diselamatkan, beragam spesies lain yang hidup di hutan hujan juga dapat
terselamatkan.
Saat ini, baik orangutan Sumatera maupun orangutan Borneo terancam
oleh kepunahan. World Conservation Union (Daftar Merah IUCN 2007 / IUCN Red List 2007) mengklasifikasikan orangutan Borneo sebagai spesies yang terancam punah (endangered), sementara di Sumatera telah diklasifikasikan sebagai spesies yang sangat terancam punah (critically endangered).
Kedua spesies juga telah tercantum dalam Lampiran I Konvensi
Perdagangan Internasional Spesies Langka Fauna dan Flora Liar (CITES).
Baik di Indonesia dan Malaysia, orangutan dilindungi secara hukum. Namun
demikian, hukum dan peraturan saja jelas tidak cukup untuk melindungi
spesies karismatik ini. Konservasi orangutan memerlukan upaya yang
komprehensif dan terintegrasi oleh semua pemangku kepentingan, baik di
lapangan dan di arena politik, untuk memastikan keberhasilannya.
Prospek yang mengkhawatirkan ini memotivasi para ilmuwan orangutan
dan konservasi, lembaga pemerintah, masyarakat dan sektor swasta untuk
mencari solusi yang layak untuk menjamin kelangsungan hidup spesies ini
di tengah-tengah lajunya pembangunan ekonomi Indonesia. Hasilnya adalah
strategi konservasi multi-pihak yang menggabungkan kepentingan publik,
swasta, dan lokal, dan menemukan landasan bersama dalam konservasi
orangutan antara pemangku kepentingan.
Pada tahun 2007, pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan,
bekerja sama dengan Asosiasi Primatologi Indonesia (APAPI) dan Orangutan Conservation Services Program
(OCSP) yang didanai oleh USAID, melakukan proses yang menghasilkan
kerangka dasar melalui pengarahan para pemangku kepentingan untuk
memberikan perbaikan dalam kondisi orangutan dan habitat hutan dataran
rendah selama sepuluh tahun ke depan. Rencana Strategi dan Aksi Nasional Konservasi Orangutan 2007 – 2017 ini
ditandatangani oleh Kementerian Kehutanan dan diumumkan oleh Presiden
Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim di Bali, pada bulan Desember
2007.
Mengacu pada Rencana Aksi inilah, semua kegiatan konservasi orangutan
di Indonesia – termasuk yang dilakukan oleh BOSF – didasarkan. Lebih
dari itu, partisipasi publik yang didasari kesadartahuan, kepedulian dan
kecintaan terhadap alam, juga sangat diperlukan untuk mengubah perilaku
menjadi lebih ramah lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar